Keluarga Nasyun Kutuk Penembakan di Freeport
Rabu, 11 Januari 2012
Biak - Penembakan dan pembakaran oleh orang tak dikenal terhadap sebuah mobil pengawas trailer milik PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) LWB 01-3608 di sekitar Mil 52 jalan Poros Tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), Senin (9/1) sekitar pukul 08.15 WIT yang mengakibatkan dua karyawan PT KPI tewas yakni, Nasyun Naboth Simopiaref (42) dan Thomas Bagiarsa. Aksi ini dikutuk keras oleh pihak keluarga Nasyun yakni keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum di Biak.
Juru bicara keluarga Nasyun, Osibyo Wakum,SE, ketika ditemui Bintang Papua di rumah duka Kampung Manswam Distrik Biak Kota mengatakan, pihak keluarga besar mengutuk dengan keras terhadap aksi pembunuhan yang terjadi di areal pertambangan Freeport-McMoran Copper & Gold Inc itu, yang mengakibatkan meninggalnya Nasyun Naboth Simopiaref, Senin pagi lalu.
“Kami mengutuk dengan keras aksi penembakan yang menewaskan saudara kami, Nasyum,” katanya kepada Bintang Papua, Rabu (11/1).
Menurutnya, Nasyun meninggal karena dibunuh di mile 50 pada pukul 9.30 WIT pagi. Kata Osibyo, Nasyun dan temannya terbunuh ketika sedang melakukan perjalanan menuju tempat kerjanya di Tembagapura menggunakan trailer milik PT KPI. Setelah aksi tembak itu berakhir, Nasyun dan temannya ditemukan diantara dua pos keamanan Polri dan TNI yang masing-masing berjarak tidak lebih dari 1 kilo meter. Yang mengherankan pihak keluarga kata Osibyo, penembakan itu terjadi sangat dekat dengan pos keamanan. Dan jika dilihat para aparat keamanan yang berada di mile atau areal pertambangan itu, mereka telah difasilitasi lengkap untuk menjamin keamanan di areal tersebut. Lanjutnya, sudah pasti mereka memiliki kendaraan roda empat untuk patroli, peralatan komunikasi canggih dan selain memperoleh gaji dari negara, aparat keamanan khususnya Polri menerima honor dari Freeport McMoran. “Mengapa mereka tidak mampu mengatasi tindakan-tindakan kriminal terutama pembunuhan sadis yang masih terus terjadi bahkan semakin tinggi tingkat frekuensi kejadiannya di areal pertambangan itu,” ujarnya.
Padahal kata Osibyo, insiden pembunuhan yang terjadi diantara pos-pos penjagaan itu telah terjadi berulang kali, namun pelaku kejahatan hingga kini tidak pernah berhasil diidentifikasi apalagi ditangkap dan diadili. Bahkan biasannya cuma dibilang pelakunya adalah orang tak dikenal (OTK). Dan pembunuhan yang terjadi kali ini dengan korban jiwa Nasyum, merupakan salah satu bukti dari sekian banyak tindakan kriminal yang selalu terjadi berulang kali didepan mata aparat keamanan. Secara tegas ia katakan, pembunuhan terhadap warga sipil di areal pertambangan Freeport-McMoran yang dijaga ketat oleh aparat Polri dan TNI merupakan tindakan biadab dan terkutuk karena bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh hukum secara universal.
Sehingga dengan meninggalnya Nasyun Naboth Simopiaref yang merupakan ayah dari 6 orang anak di areal pertambangan tersebut. Pihak keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum meminta kepada pemilik dan pimpinan manajemen Freeport-McMoran di New Orleans, Amerika Serikat dan Indonesia untuk segera membuat kontrak kerja baru yang ditandatangani oleh Dewan Adat Papua (DAP) melalui kepala dari suku-suku pemilik hak ulayat atas tanah wilayah pertambangan sebagai pihak pertama dan Freeport-McMoran sebagai pihak kedua yang disaksikan oleh pemerintah sebagai pihak fasilitator. Berikutnya, pihak manajemen harus membangun sistim keamanan yang lebih baik agar nantinya tidak lagi terjadi pembunuhan di areal pertambangan. Serta memenuhi tuntutan kaum buruh untuk menaikkan gaji dan jaminan sosial lainnya karena karyawan bekerja didalam situasi dan kondisi yang beresiko tinggi. Selain itu, Freeport-McMoran harus memberikan beasiswa kepada anak-anak yang ditinggalkan oleh karyawan yang meninggal di areal pertambangan karena pembunuhan ataupun kecelakaan saat menjalankan tugas.
Khususnya kepada Presiden RI, pihak keluarga juga memohon agar segera mengabulkan harapan rakyat Papua untuk meninjau kembali kontrak kerja antara pemerintah RI dengan Freeport-McMoran di Timika yang telah mengakibatkan pelecehan HAM secara sistimatis dan kerusakan lingkungan hidup secara luas. Kontrak kerja tersebut harus diletakkan didalam kerangka Membangun Papua Tanah Damai dengan mengikut sertakan DAP didalam keseluruhan proses negoisasi dan penandatanganan kontrak kerja baru. Hal ini merupakan tahapan dari keseluruhan proses penyelesaian konflik Papua ke depan. Berikutnya, memberikan ijin kepada setiap pihak asing yang berkeinginan untuk melakukan investigasi terhadap tindakan pembunuhan yang selalu terjadi di areal pertambangan Freeport-McMoran di Timika, Papua. Juga memberikan ijin kepada setiap pihak asing yang berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang tingkat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan Freeport-McMoran di Timika.
Mengingat rentetan pembunuhan yang terus menerus terjadi tanpa penyelesaian tuntas sejak Tanah Papua menjadi bagian dari NKRI pada 1963, maka keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum menyatakan, bahwa Indonesia telah gagal membangun perdamaian di Tanah Papua. Pihak keluarga juga telah berkomimen untuk terus mendukung setiap perjuangan rakyat demi tercapainya keadilan dan perdamaian di Papua khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya dengan mengandalkan metode penyelesaian konflik berbasis budaya Melanesia yang mengedepankan dialog secara damai.
Kehadiran jenazah almarhum Nasyun Naboth Simopiaref disambut warga Biak dan keluarga besar saat tiba di bandara Frans Kaisiepo, Rabu (11/1). Jenazah diantar dengan penerbangan airvast milik perusahaan PTFI. Tiba di Biak sekitar pukul 8.30 WIT. Jenazah sempat diarak keliling kota, setelah itu disemayamkan di rumah keluarga di kampung Manswam. Sedangkan prosesi pemakaman berlangsung pada pukul 15.00 WIT di pekuburan umum kampung Manswam. Saat disemayamkan, peti jenazah tetap dalam kondisi tertutup.
Biak - Penembakan dan pembakaran oleh orang tak dikenal terhadap sebuah mobil pengawas trailer milik PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) LWB 01-3608 di sekitar Mil 52 jalan Poros Tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), Senin (9/1) sekitar pukul 08.15 WIT yang mengakibatkan dua karyawan PT KPI tewas yakni, Nasyun Naboth Simopiaref (42) dan Thomas Bagiarsa. Aksi ini dikutuk keras oleh pihak keluarga Nasyun yakni keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum di Biak.
Juru bicara keluarga Nasyun, Osibyo Wakum,SE, ketika ditemui Bintang Papua di rumah duka Kampung Manswam Distrik Biak Kota mengatakan, pihak keluarga besar mengutuk dengan keras terhadap aksi pembunuhan yang terjadi di areal pertambangan Freeport-McMoran Copper & Gold Inc itu, yang mengakibatkan meninggalnya Nasyun Naboth Simopiaref, Senin pagi lalu.
“Kami mengutuk dengan keras aksi penembakan yang menewaskan saudara kami, Nasyum,” katanya kepada Bintang Papua, Rabu (11/1).
Menurutnya, Nasyun meninggal karena dibunuh di mile 50 pada pukul 9.30 WIT pagi. Kata Osibyo, Nasyun dan temannya terbunuh ketika sedang melakukan perjalanan menuju tempat kerjanya di Tembagapura menggunakan trailer milik PT KPI. Setelah aksi tembak itu berakhir, Nasyun dan temannya ditemukan diantara dua pos keamanan Polri dan TNI yang masing-masing berjarak tidak lebih dari 1 kilo meter. Yang mengherankan pihak keluarga kata Osibyo, penembakan itu terjadi sangat dekat dengan pos keamanan. Dan jika dilihat para aparat keamanan yang berada di mile atau areal pertambangan itu, mereka telah difasilitasi lengkap untuk menjamin keamanan di areal tersebut. Lanjutnya, sudah pasti mereka memiliki kendaraan roda empat untuk patroli, peralatan komunikasi canggih dan selain memperoleh gaji dari negara, aparat keamanan khususnya Polri menerima honor dari Freeport McMoran. “Mengapa mereka tidak mampu mengatasi tindakan-tindakan kriminal terutama pembunuhan sadis yang masih terus terjadi bahkan semakin tinggi tingkat frekuensi kejadiannya di areal pertambangan itu,” ujarnya.
Padahal kata Osibyo, insiden pembunuhan yang terjadi diantara pos-pos penjagaan itu telah terjadi berulang kali, namun pelaku kejahatan hingga kini tidak pernah berhasil diidentifikasi apalagi ditangkap dan diadili. Bahkan biasannya cuma dibilang pelakunya adalah orang tak dikenal (OTK). Dan pembunuhan yang terjadi kali ini dengan korban jiwa Nasyum, merupakan salah satu bukti dari sekian banyak tindakan kriminal yang selalu terjadi berulang kali didepan mata aparat keamanan. Secara tegas ia katakan, pembunuhan terhadap warga sipil di areal pertambangan Freeport-McMoran yang dijaga ketat oleh aparat Polri dan TNI merupakan tindakan biadab dan terkutuk karena bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh hukum secara universal.
Sehingga dengan meninggalnya Nasyun Naboth Simopiaref yang merupakan ayah dari 6 orang anak di areal pertambangan tersebut. Pihak keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum meminta kepada pemilik dan pimpinan manajemen Freeport-McMoran di New Orleans, Amerika Serikat dan Indonesia untuk segera membuat kontrak kerja baru yang ditandatangani oleh Dewan Adat Papua (DAP) melalui kepala dari suku-suku pemilik hak ulayat atas tanah wilayah pertambangan sebagai pihak pertama dan Freeport-McMoran sebagai pihak kedua yang disaksikan oleh pemerintah sebagai pihak fasilitator. Berikutnya, pihak manajemen harus membangun sistim keamanan yang lebih baik agar nantinya tidak lagi terjadi pembunuhan di areal pertambangan. Serta memenuhi tuntutan kaum buruh untuk menaikkan gaji dan jaminan sosial lainnya karena karyawan bekerja didalam situasi dan kondisi yang beresiko tinggi. Selain itu, Freeport-McMoran harus memberikan beasiswa kepada anak-anak yang ditinggalkan oleh karyawan yang meninggal di areal pertambangan karena pembunuhan ataupun kecelakaan saat menjalankan tugas.
Khususnya kepada Presiden RI, pihak keluarga juga memohon agar segera mengabulkan harapan rakyat Papua untuk meninjau kembali kontrak kerja antara pemerintah RI dengan Freeport-McMoran di Timika yang telah mengakibatkan pelecehan HAM secara sistimatis dan kerusakan lingkungan hidup secara luas. Kontrak kerja tersebut harus diletakkan didalam kerangka Membangun Papua Tanah Damai dengan mengikut sertakan DAP didalam keseluruhan proses negoisasi dan penandatanganan kontrak kerja baru. Hal ini merupakan tahapan dari keseluruhan proses penyelesaian konflik Papua ke depan. Berikutnya, memberikan ijin kepada setiap pihak asing yang berkeinginan untuk melakukan investigasi terhadap tindakan pembunuhan yang selalu terjadi di areal pertambangan Freeport-McMoran di Timika, Papua. Juga memberikan ijin kepada setiap pihak asing yang berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang tingkat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan Freeport-McMoran di Timika.
Mengingat rentetan pembunuhan yang terus menerus terjadi tanpa penyelesaian tuntas sejak Tanah Papua menjadi bagian dari NKRI pada 1963, maka keluarga besar marga Simopiaref dan Wakum menyatakan, bahwa Indonesia telah gagal membangun perdamaian di Tanah Papua. Pihak keluarga juga telah berkomimen untuk terus mendukung setiap perjuangan rakyat demi tercapainya keadilan dan perdamaian di Papua khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya dengan mengandalkan metode penyelesaian konflik berbasis budaya Melanesia yang mengedepankan dialog secara damai.
Kehadiran jenazah almarhum Nasyun Naboth Simopiaref disambut warga Biak dan keluarga besar saat tiba di bandara Frans Kaisiepo, Rabu (11/1). Jenazah diantar dengan penerbangan airvast milik perusahaan PTFI. Tiba di Biak sekitar pukul 8.30 WIT. Jenazah sempat diarak keliling kota, setelah itu disemayamkan di rumah keluarga di kampung Manswam. Sedangkan prosesi pemakaman berlangsung pada pukul 15.00 WIT di pekuburan umum kampung Manswam. Saat disemayamkan, peti jenazah tetap dalam kondisi tertutup.
0 komentar:
Posting Komentar