Kamis, 08 Agustus 2013
“Perjanjian New York 15 Agustus 1962 Kesepakatan Internasional Yang Ilegal, Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.
Perjanjian
ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang
mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang ““Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada
praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”. Dan
pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan
Sementara PBB ‘UNTEA’ kepada Indonesia.
Setelah
tranfer administrasi dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi
tanggungjawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib dan pembangunan
di Papua tidak menjalankan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New york,
Indonesia
malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan
gerakan prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan
nasib dilakukan, tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik
negara imperialis Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan
pemerintah Indonesia.
Klaim
atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama
Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari
809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang
sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi
Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror,
intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
Keadaan
yang demikian ; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan
terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya
indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia.
Maka,
dalam rangka peringatan 51 Tahun Perjanjian New York/New York Agreement yang
Ilegal, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menyatakan sikap politik kami kepada
Rezim SBY-Boediono, Belanda dan PBB untuk segera :
1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib
Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
2. Menuntup dan menghentikan aktifitas eksploitasi
semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik negara-negara
Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari
seluruh Tanah Papua.
3. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan
Non Organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua.
Demikian
aksi ini kami buat, atas perhatiannya kami ucap terima kasih. Salam!
SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP)
Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) didirikan pada tanggal 30 Mei 1998 di Jl. Guntur
Kawi, Manggarai, Jakarta Selatan. Organisasi ini lahir ditengah situasi
represi Negara di Tanah Papua Barat, khususnya di Biak, yang kita kenal
dengan Peristiwa Biak Berdarah. Ditengah situasi politik Indonesia yang
mulai goyah akibat tekanan-tekanan politik dari gerakan prodemokrasi
Indonesia terhadap regime Soeharto dan mulai menguatnya tuntutan
Reformasi Politik bagi sebuah perubahan yang berkeadilan serta
terbukanya ruang demokrasi.
Selama berdiri, AMP telah dua kali
menyelenggarakan Kongres Nasional. Kongres I diselenggarakan di
Kaliurang – Yogyakarta, November 2005. Lima tahun kemudian tepatnya
Januari 2010 diselenggarakan Kongres II di Port Numbay – Papua dan
menegaskan sikap dan pandangan organisasi sebagai organisasi massa
mahasiswa yang terbuka tanpa memandang latar belakang pandangan, suku,
agama, dan ras dan mendukung perjuangan untuk merebut hak – hak
demokratik Rakyat Papua.
Selasa, 30 April 2013
“Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua”
1
Mei 1963 bagi rakyat Papua merupakan awal pendudukan Indonesia di Tanah Papua.
Terjadinya penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada
Indonesia melegitimasi Indonesia untuk menempatkan militernya dalam jumlah
besar di Papua Barat. Sesuai perjanjian New York (New York Agreement) 15
Agustus 1962, Indonesia ditugaskan untuk membangun sambil mempersiapkan
pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) atau Self Determination
(Penentuan Nasib Sendiri).
Kenyataannya,
upaya pengkondisian Papua mulai dilakukan militer Indonesia sejak 1963 hingga
1969. Terbukti hasil PEPERA dimenangkan oleh Indonesia, dengan keterlibatan 1.025
orang pemilih dari 800.000 orang Papua yang punya hak untuk memilih. Dua tahun
sebelum PEPERA 1969 yaitu 1967 terjadi Kontrak Karya I Freeport Mc Moran Gold
and Copper perusahaan tambang emas dan tembaga milik Imperialis Amerika dengan
rezim Orba Soeharto. Kontrak ini dilakukan karena Indonesia yakin akan
memenangkan PEPERA walaupun dengan cara keji sekalipun, seperti teror,
intimidasi dan bahkan pembunuhan sekalipun.
Kamis, 15 November 2012
Papua Jadi Sorotan Internasional Pangdam Ajak Semua Komponen Membangun Papua
Jayapura - Papua tidak hanya dalam sorotan Indonesia,
tapi juga sedang dalam sorotan dunia Internasional. Hal itu diakui
Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Drs Christian Zebua di depan
puluhan wartawan pada acara tatap muka Pangdam dengan insan pers
se-Jayapura di Kediaman Pangdam XVII/Cenderawasih, Senin (12/11), malam.
DIkatakan, karena Papua dalam sorotan, sehingga apapun yang terjadi di Papua dapat diketahui, baik oleh seluruh Indonesia maupun oleh dunia internasional.
Namun Pangdam mengatakan, kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan, pasalnya negara-negara di dunia sudah mengakui Papua adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab kata mantan Danrem 171/PVT Sorong ini, sorotan yang sama juga ternyata dialami sejumlah negara di dunia, tak hanya Indonesia. “ Jadi semua yang terjadi di Papua adalah suatu dinamika yang juga terjadi di negara-negara lain, seperti ini Philipina, India, China dan lain-lain,” ujarnya.
Acara Tatap Muka dengan Insan pers ini juga dihadiri Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua Frans Ohoiwutun, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Papua Viktor Mambor serta pimpinan media massa cetak maupun elektronik. Menurutnya, Papua adalah daerah misiologi, baik nasional maupun internasional, sehingga sebagai bangsa Indonesia dibutuhkan untuk bertugas dengan baik di daerah ini.
“Daerah ini aman dan damai, tidak seperti yang banyak ditayangkan di media nasional di Jakarta. Meski diakui sering ada perang suku, aksi-aksi penembakan. Tapi masyarakatnya begitu baik dan wellcome,” ujarnya seraya menambahkan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, perjabat pemerintahan. Namun demikian, ada sesuatu yang harus diselesaikan bersama di wilayah ini.
“Mungkin kesalahpahaman atau tak sepaham ada kelompok masyarakat yang merasa terprovokasi munculnya isu-isu yang dapat membuat daerah ini tak kondusif,” imbuhnya.
Karenanya, kata dia, tugas Kodam sudah jelas yakni menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan dan menjaga keselamatan NKRI.
Menjawab pertanyaan wartawan soal netralitas TNI saat Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, Pangdam menjelaskan, sejak Orde Reformasi TNI tak terlibat politik praktis, tapi berorientasi kepada kepentingan negara.
“Saya minta TNI tak memihak salah-satu Calon Gubernur atau partai politik tertentu. Bahkan dilarang melakukan diskusi politik. Bila ketahuan saya akan tindak tegas,” tuturnya.
Sedangkan, soal pengamanan di daerah perbatasan dan adanya pasokan senjata api dari Papua New Guinea (PNG), kata dia, pihaknya mengakui keteratasan personil, apalagi di daerah Selatan hanya ada 2 Batalyon padahal panjang daerah perbatasan sekitar 800 Km. Karena itu, kata dia, pihaknya segera merevisi Pos Pos yang kurang efektif yang menyeabkan lolosnya senjata api ilegal.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk menginformasikan keberadaan senjata api tersebut sekaligus koordinasi dengan pemerintah PNG guna memperketat pengawasan, khususnya di wilayah perbatasan.
Ajak Bangun Papua
Sementara itu, adanya kelompok berseberangan yang selama ini dengan alasan idiologi minta memisahkan diri dari NKRI, nampaknya mendapat tanggapan serius dari Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI, Drs. Christian Zebua.
Terkait dengan itu, Pangdam , akan membangun upaya komunikasi yang intensif dengan pihak-pihak yang berseberangan tersebut.
Menurutnya, adanya keingin memisahkan diri dimaksud, karena kemungkinannya terjadi suatu komunikasi selama ini terputus yang tidak terbangun dengan baik antara kelompok tersebut dengan pemerintah.
Untuk itulah, Pangdam mengajak semua pihak termasuk kelompok yang berseberangan itu untuk bersama-sama membangun komunikasi, sehingga apa yang menjadi kekurangan selama ini dapat dibenahi bersama demi meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat Papua di segala aspek kehidupan, terutama masyarakat yang ada di kampung-kampung.
“Sudah pasti kami mencoba memberikan pemahaman yang baik dan bangun komunikasi dengan kelompok-kelompok yang selama ini beda pendapat dengan pemerintah,” ungkapnya kepada Bintang Papua usai pertemuan dengan Insan Pers di Kediamannya, Senin, (12/11).
Meski demikian, Pangdam mempertanyakan, sebetulnya merdeka sesungguhnya seperti apa, pasalnya Indonesia adalah Negara bebas , dimana setiap orang bebas melaksanakan segala aktifitas, namun bebas bukan berarti sesuka hati mengambil tindakan, melainkan segala tindak tanduk harus sesuai koridor hukum yang berlaku, yakni, menciptakan kedamaian, kenteraman, dan kesejahteraan bagi orang lain.
Pangdam juga mengajak semua komponen masyarakat tanpa terkecuali untuk bersama-sama membangun tanah Papua yang aman, damai dan sejahtera, hilangkan segala perbedaan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Disamping itu, hendaknya mari belajar dan belajar untuk tingkatkan sumber daya manusia (SDM) kita, agar suatu saat jangan hanya menjadi pemimpin di tanah Papua, tetapi menjadi pemimpin di daerah lain, bahkan bila perlu kelak menjadi Presiden RI, sebagaimana dirinya atas perkenaan Tuhan menjadi Pangdam di Papua, padahal ia merupakan orang asli Pulau Nias.
“Ini Negara kuat dan Negara besar, kenapa kita harus ada konflik. Mari kita komunikasi dengan baik, tapi jangan komunikasi dengan pergerakan senjata, karena siapapun tidak akan menerima jika ada pergerakan senjata,” pungkasnya.
Baca Selengkapnya - ->> -
DIkatakan, karena Papua dalam sorotan, sehingga apapun yang terjadi di Papua dapat diketahui, baik oleh seluruh Indonesia maupun oleh dunia internasional.
Namun Pangdam mengatakan, kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan, pasalnya negara-negara di dunia sudah mengakui Papua adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab kata mantan Danrem 171/PVT Sorong ini, sorotan yang sama juga ternyata dialami sejumlah negara di dunia, tak hanya Indonesia. “ Jadi semua yang terjadi di Papua adalah suatu dinamika yang juga terjadi di negara-negara lain, seperti ini Philipina, India, China dan lain-lain,” ujarnya.
Acara Tatap Muka dengan Insan pers ini juga dihadiri Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua Frans Ohoiwutun, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Papua Viktor Mambor serta pimpinan media massa cetak maupun elektronik. Menurutnya, Papua adalah daerah misiologi, baik nasional maupun internasional, sehingga sebagai bangsa Indonesia dibutuhkan untuk bertugas dengan baik di daerah ini.
“Daerah ini aman dan damai, tidak seperti yang banyak ditayangkan di media nasional di Jakarta. Meski diakui sering ada perang suku, aksi-aksi penembakan. Tapi masyarakatnya begitu baik dan wellcome,” ujarnya seraya menambahkan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, perjabat pemerintahan. Namun demikian, ada sesuatu yang harus diselesaikan bersama di wilayah ini.
“Mungkin kesalahpahaman atau tak sepaham ada kelompok masyarakat yang merasa terprovokasi munculnya isu-isu yang dapat membuat daerah ini tak kondusif,” imbuhnya.
Karenanya, kata dia, tugas Kodam sudah jelas yakni menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan dan menjaga keselamatan NKRI.
Menjawab pertanyaan wartawan soal netralitas TNI saat Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, Pangdam menjelaskan, sejak Orde Reformasi TNI tak terlibat politik praktis, tapi berorientasi kepada kepentingan negara.
“Saya minta TNI tak memihak salah-satu Calon Gubernur atau partai politik tertentu. Bahkan dilarang melakukan diskusi politik. Bila ketahuan saya akan tindak tegas,” tuturnya.
Sedangkan, soal pengamanan di daerah perbatasan dan adanya pasokan senjata api dari Papua New Guinea (PNG), kata dia, pihaknya mengakui keteratasan personil, apalagi di daerah Selatan hanya ada 2 Batalyon padahal panjang daerah perbatasan sekitar 800 Km. Karena itu, kata dia, pihaknya segera merevisi Pos Pos yang kurang efektif yang menyeabkan lolosnya senjata api ilegal.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk menginformasikan keberadaan senjata api tersebut sekaligus koordinasi dengan pemerintah PNG guna memperketat pengawasan, khususnya di wilayah perbatasan.
Ajak Bangun Papua
Sementara itu, adanya kelompok berseberangan yang selama ini dengan alasan idiologi minta memisahkan diri dari NKRI, nampaknya mendapat tanggapan serius dari Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI, Drs. Christian Zebua.
Terkait dengan itu, Pangdam , akan membangun upaya komunikasi yang intensif dengan pihak-pihak yang berseberangan tersebut.
Menurutnya, adanya keingin memisahkan diri dimaksud, karena kemungkinannya terjadi suatu komunikasi selama ini terputus yang tidak terbangun dengan baik antara kelompok tersebut dengan pemerintah.
Untuk itulah, Pangdam mengajak semua pihak termasuk kelompok yang berseberangan itu untuk bersama-sama membangun komunikasi, sehingga apa yang menjadi kekurangan selama ini dapat dibenahi bersama demi meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat Papua di segala aspek kehidupan, terutama masyarakat yang ada di kampung-kampung.
“Sudah pasti kami mencoba memberikan pemahaman yang baik dan bangun komunikasi dengan kelompok-kelompok yang selama ini beda pendapat dengan pemerintah,” ungkapnya kepada Bintang Papua usai pertemuan dengan Insan Pers di Kediamannya, Senin, (12/11).
Meski demikian, Pangdam mempertanyakan, sebetulnya merdeka sesungguhnya seperti apa, pasalnya Indonesia adalah Negara bebas , dimana setiap orang bebas melaksanakan segala aktifitas, namun bebas bukan berarti sesuka hati mengambil tindakan, melainkan segala tindak tanduk harus sesuai koridor hukum yang berlaku, yakni, menciptakan kedamaian, kenteraman, dan kesejahteraan bagi orang lain.
Pangdam juga mengajak semua komponen masyarakat tanpa terkecuali untuk bersama-sama membangun tanah Papua yang aman, damai dan sejahtera, hilangkan segala perbedaan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Disamping itu, hendaknya mari belajar dan belajar untuk tingkatkan sumber daya manusia (SDM) kita, agar suatu saat jangan hanya menjadi pemimpin di tanah Papua, tetapi menjadi pemimpin di daerah lain, bahkan bila perlu kelak menjadi Presiden RI, sebagaimana dirinya atas perkenaan Tuhan menjadi Pangdam di Papua, padahal ia merupakan orang asli Pulau Nias.
“Ini Negara kuat dan Negara besar, kenapa kita harus ada konflik. Mari kita komunikasi dengan baik, tapi jangan komunikasi dengan pergerakan senjata, karena siapapun tidak akan menerima jika ada pergerakan senjata,” pungkasnya.
Rabu, 31 Oktober 2012
Manusia Bertopeng Bunuh Ibu Guru di Pegubin
Korban tewas terbunuh, Minggu 28 Oktober sekitar pukul 19.00 WIT. Ia dibunuh bersama seorang pembantunya oleh pelaku yang menggunakan topeng serta diduga orang terlatih.
Anggota DPR Papua dari Fraksi Golkar Iqnacius Mimin mengungkapkan hal itu kepada wartawan Selasa 30 Oktober. ‘’Seorang guru yang sudah sejak 1995 mengabdi di daerah terpencil tepatnya di Distrik Okbi Pegunungan Bintang bersama seorang pembantunya telah dibunuh orang tak dikenal Minggu kemarin, motifnya hingga saat ini belum jelas,’’kata dia. Peristiwa pembunuhan itu, lanjut dia, cukup sadis dan sesuai dengan laporan warga masyarakat dilakukan oleh orang bertopeng dan diduga juga orang terlatih. ‘’Dari laporan warga pelaku bertopeng dan terlatih, guru itu dibunuh di rumahnya dengan cara kepala dibelah dan jari-jarinya dipotong. Sementara pembantu ibu guru itu sesudah dibunuh di buang ke dalam kolam,’’paparnya.
Menurut Mimin, dirinya dan masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang sangat mengutuk peristiwa pembunuhan itu, selain tergolong sangat sadis, korbannya adalah guru yang sudah mengabdi belasan tahun di distriknya Okbi. ‘’Saya yang berasal dari daerah pemilihan Okbi sangat mengutuk kejadian itu, karena korban adalah guru yang sudah lama mengabdi disana dan telah membuat daerah itu yang tadinya gelap menjadi terang, kalau tujuannya merampok kenapa mesti membunuh, ’’tegasnya.
Untuk itu, sambung Mimin, dirinya dan masyarakat Pegunungan Bintang meminta pihak Kepolisian segera mengungkap kasus tersebut dan terutama menangkap pelaku dan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. ‘’Pelaku harus ditangkap dan diproses hukum,’’singkatnya.
Mengenai dugaan pelaku adalah orang terlatih, Mimin menyatakan, DPR Papua bersama pemerintah kabupaten Pegunungan Bintang akan segera bertemu dengan pihak Kodam XVII Cenderawasih. ‘’ Dalam waktu dekat kami akan audensi dengan Pangdam Cenderawasih, mengenai peristiwa itu, kalau memang pos TNI yang ada disana tidak bisa memberikan kenyamanan kepada masyarakat, kami akan minta dibubarkan,’’tukas dia.
Menurut Mimin, kedua korban pembunuhan itu saat ini sudah dievakuasi ke Jayapura dan sedang diotopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Kotaraja. (jir/don/lo1)
25 Kapolres di Papua dan Papua Barat Diganti
JAYAPURA—Perombakan besar-besaran dilakukan Kapolda Papua Irjen Pol Drs M. Tito Karnavian, MA. Ya, mungkin baru kali ini terjadi di Papua dan Papua Barat 25 Kapolres diganti sekaligus. Selain pergantian 25 dari 29 Kapolres-se Papua dan Papua Barat, juga dilakukan pelantikan AKBP I Gede Sumerta Jaya sebagai Kabid Humas Polda Papua
Ke- 25 Kapolres yang diganti yakni Jabatan Kapolres Nabire dari AKBP Muhammad Rois, SIK diserahterimakan kepada Kabag Rorena Polda Papua AKBP Bahara Marpaung, SH. Kapolres Keerom dari AKBP Drs Bejo diserahterimakan kepada Kasubbidsunluhkum Bidkum Polda Papua AKBP Pasero. Kapolres Merauke dari AKBP Djoko Prihadi diserahterimakan kepada Kapolres Sarmi, AKBP Petrus Patrige Rudolf Renwarin, SH. Sedangkan Kapolres Sarmi diserahterimakan kepada Kasubdit II Ditintelkam Polda Papua, AKBP Tagor Hutapea, SIK.
Kapolres Sorong dari AKBP Parlindungan Silitonga, SiK diserahterimakan kepada Kasubditregident Ditlantas Polda Papua, AKBP E Zulpan, SIK. Kapolres Teluk Bintuni dari AKBP Tony Budiarto diserahterimakan kepada Kaden I Satbrimob Polda Papua, AKBP Reeza Herasbudi. Kapolres Tolikara dari AKBP Rahmat Martua Siregar, SH diserahterimakan kepada Kasubbidwabprof Bidpropam Polda Papua AKBP Alexander Louw.
Kapolres Yahukimo dari AKBP Yusuf Usman diserahterimakan kepada AKBP Eliakim (Kasubdit Bintibluh Dit Binmas Polda Papua. Kapolres Manokwari dari AKBP Agustinus Suprianto, SIK diserahterimakan kepada AKBP Ricko Taruna Mauruh (Kapolres Biak Numfor). Kapolres Biak Numfor diserahterimakan kepada AKBP Esterlina Sroyer.
Kapolres Jayapura dari AKBP Antonius Wantri Yulianto diserahterimakan kepada AKBP Roycke Harrry Langie. Kapolres Mappi dari AKBP Mikael Suradal diserahterimakan kepada AKBP Yosep Iswanto.
Kapolres Mimika dari AKBP Denny Siregar diserahterimakan kepada AKBP Jeremian Rontini (Kapolres Bovendigoel ) sedangkan Kapolres Boven Digeol dijabat AKBP Sri Satyatama.
Kapolres Paniai, AKBP Janus Parlindungan Siregar diserahterimakan kepada AKBP Antonius Diance. Kapolres Kaimana, AKBP, Anthonius Diance diserahterimakan kepada AKBP Halasan Roland Situmeang. Kapolres Sorong Selatan dari, AKBP Sulistyo Pudjo diserahterimakan kepada AKBP, Djunaidi Mayau.
Kapolres Supiori dari AKBP Bendiktus Kayom diserahterimakan kepada AKBP Hary Supriyono. Jabatan Kapolres Jayawijaya dari AKBP Aldian Budianto diserahterimakan kepada AKBP Fernando Sanches.
Kapolres Sorong Kota dari AKBP Tri Atmodjo Marawasianto diserahterimakan kepada AKBP Gatot Aris Purbaya (Kapolres Teluk Wondama), sedangkan Kapolres Teluk Wondama dijabat AKBP Alex Korwa (Kapolres Puncak Jaya), Kapolres Puncak Jaya dijabat AKBP Marselis Sarimin.
Kapolres Kepulauan Yapen dari AKBP D Prio Dwi Atmoko diserahterimakan kepada AKBP Ruddy Tan. Kapolres Waropen dari AKBP Robert E Djari diserahterimakan kepada AKBP Bartholomeus Meison Sagala. Kapolres Pegunungan Bintang dari AKBP Kolestra Siboro diserahterimakan kepada AKBP Falentinus Nifangilyau.
Kapolda Papua juga melantik, AKBP I Gede Sumerta Jaya, SIK, Irbidops Itwasda Polda Papua sebagai Kabid Humas Polda Papua, dan Kabag Lakgar Ro Renbang Polda Papua AKBP Supomo dimutasikan ke Pamen Polda (diarahkan sebagai Kayanma).
Kapolda Papua Injen Pol Drs Tito Karnavian, MA mengatakan, serahterima jabatan tersebut sebagai bentuk penyegaran bagi organisasi, agar kinerja anggota lebih baik.
Dimana, ungkap Kapolda, pergantian ini banyak juga yang sudah lama Kapolres, eperti Mimika sudah cukup lama. Maka kita rotasi supaya yang sudah lama ini naik juga Eselonnya sementara mantan-mantan sespim yang prestasinya baik ini diberikan menepati posisi Kapolres.
Disinggung apakah pergantian sejumlah Kapolres tersebut berkaitan dengan komitmen Kapolda yang fokus untuk pemberantasan korupsi ? Kapolda menjelaskan yang paling utama adalah terjadinya penyegaran di jajaran Polda Papua.
Kata dia, pihaknya telah menyampaikan kepada seluruh Kapolres harus mendukung kebijakan memerangi korupsi,”
Langganan:
Postingan (Atom)